Di Negara asalnya yaitu
China dan juga negara yang mayoritas berpenduduk Chinese seperti Taiwan,
Hongkong Perayaan Tahun Baru ini juga disebut Perayaan
Musim Semi, ” Chung Chie atau The
Spring Festival “. Secara resmi perayaan ini kemudian disebut Chinese
New Year (Tahun Baru Chinese). Nama ini
digunakan untuk mengganti sebutan Tahun Baru Lunar sejak setelah
revolusi Xinhai pada tahun 1911. Aslinya perayaan musim semi ini adalah
warisan masa lampau yaitu ritual La.
Secara
umum, La adalah hari terakhir dalam satu tahun pada
saat panen raya sudah dirampungkan dan sebagai ungkapan rasa syukur,
orang Chinese (Tionghoa) memberikan sesaji kepada para dewa dan leluhur.
Menurut
kamus bahasa China modern, La berarti periode bulan keduabelas menurut
kalender lunar disaat mana upacara ritual untuk menghormati dewa-dewi
dan leluhur dilaksanakan.
Pada masa Dinasti Han
berkuasa di Tiongkok, Xu Shen menulis dalam bukunya bahwa, pada hari La,
36 hari setelah perayaan Dongzhi (yaitu hari terpendek dalam satu tahun
yang biasanya bertepatan dengan tanggal 21 atau 22 bulan Desember),
semua dewa diberikan sesaji.
Walaupun perayaan
musim semi ini jatuh pada hari pertama bulan pertama suatu tahun, namun
umumnya perayaan berlangsung sepanjang bulan. Dimulai dengan pesta atau
perayaan membuat dan memakan semacam bubur special yang disebut ” La Ba
Zhou ” pada hari kedelapan bulan keduabelas tahun lunar. Bubur ini
disebut juga “Bubur hari kedelapan dari La”.
Dibagian Selatan China, dan juga dibawa
hingga kenegara-negara di Asia Tenggara, makanan ini dikenal sebagai
“onde-onde berkuah”. Rangkaian perayaan berakhir pada hari kelimabelas
bulan pertama (Cap Go Me), dimana orang-orang Tionghoa merayakan “Yuan
Xiao atau Festival Lampion”. Belakangan festival lampion ini juga
diramaikan dengan Tarian Naga (Liang Liong) dan Akrobat Barongsai.
Legenda Perayaan Musim Semi
Menurut legenda, konon
pada masa lampau ada seorang pria bernama Wannian. Suatu hari ia duduk
dibawah pohon dan menyadari kalau bayangan pohon bergerak secara teratur
sesuai dengan pergerakan matahari. Berdasarkan pengamatannya, Wannian
membuat semacam pengukur waktu menggunakan tongkat. Namun sayang,
pengukur waktu penemuannya ini hanya berfungsi ketika sinar matahari
tidak sedang tertutup awan pada siang hari dan dimalam hari sama sekali
tidak dapat dipergunakan. Hal ini memacu Wannian untuk menciptakan suatu
alat yang tidak tergantung oleh sinar matahari. Ia lalu membuat semacam
jam dengan mempergunakan sebuah jar yang diletakkan sedemikian rupa
sehingga air di dalam jar tersebut akan menetes perlahan dengan interval
yang dapat diatur.
Diwaktu yang sama, Raja Zuyi
sedang mencemaskan bencana alam yang melanda negerinya. Ia yakin banyak
penderitaan akibat bencana alam dapat
dihindari atau
setidaknya dikurangi efeknya jika saja dia tahu bagaimana memprediksi
cuaca. Salah satu menterinya, A-heng yang ingin mencari muka dihadapan
raja malah mengusulkan raja mengadakan upacara sembahyang pada langit
(Tuhan), katanya Kaisar Giok (Bossnya Dewa-Dewi orang Tionghoa) minta
sogokan atau kalau tidak akan diturunkan bencana. Raja Zuyi menerima
usulannya, tetapi bencana alam tetap saja tidak dapat dihindari.
Ketika
Wannian mendengar hal itu, ia segera pergi menemui Raja Zuyi. Ia
menerangkan hasil observasinya mengenai waktu dan perubahan alam kepada
sang raja. Zuyi sangat terkesan sehingga ia segera mendirikan stasiun
pengamat cuaca lengkap dengan alat ukur waktu agar Wannian dapat
menciptakan sebuah sistem kalender demi kepentingan rakyatnya.
Beberapa
waktu kemudian, Raja Zuyi menyuruh A-heng untuk memeriksa hasil
pekerjaan Wannian. Menteri tersebut pergi ke stasiun pengamat cuaca dan
menemukan catatan-catatan Wannian di dinding, bahwa satu siklus waktu
yang terdiri dari 360 hari, 12 siklus bulan dan 4 perubahan musim.
Agaknya Wanian hampir merampungkan tugasnya. Khawatir kalau prestasi
Wannian akan membuat dirinya tersingkir dari lingkaran pengaruh Raja
Zuyi, kemudian A-heng mengirim pembunuh bayaran untuk menghabisi
Wannian. Namun pembunuh bayaran tersebut tertangkap sebelum mencelakai
Wannian. Ketika Raja Zuyi mengetahui keterlibatan A-heng dalam rencana
pembunuhan tersebut, A-heng akhirnya dihukum pancung. Setelah itu Raja
Zuyi sendiri yang mengunjungi Wannian di stasiun cuacanya.
Wannian menjelaskan
bahwa ia telah berhasil menciptakan suatu kalender. Kebetulan saat itu
menurut sistem kalender penemuan Wannian, satu siklus tahunan akan
segera berakhir, karena itu ia meminta Raja Zuyi memilih suatu tanggal
sebagai permulaanatau hari pertama tahun yang baru. Raja Zuyi
berpendapat hari pertama musim semi mestinya tepat untuk dijadikan hari
pertama permulaan tahun baru. Musim semi adalah musim dimana segala
sesuatu yang lama digantikan oleh yang baru, musim dingin telah berlalu,
bunga-bunga mulai bermekaran, tunas-tunas tanaman mulai bertumbuhan.
Itulah
awal mula perayaan musim semi atau the spring festival. Perayaan inilah
yang kemudian dirayakan sebagai Chinese New Year atau
di Indonesia dikenal sebagai Tahun Baru Imlek.
Sebagai
penghargaan kepada Wannian yang telah menciptakan sistem kalender yang
mempergunakan sistem solar (peredaran matahari), Raja Zuyi memberi nama
kalender tersebut dengan nama ” Kalender Wannian” dan memberi gelar
kepada Wannian sebagai “Dewa Panjang umur” dan memberi amplop merah
(angpao) berisi uang sebagai hadiah menyambut tahun baru.
Saat
ini perayaan dilakukan dengan jamuan besar dan berbagai kegiatan. Di
Taiwan dirayakan sebagai Festival Lampion. Di Asia Tenggara dikenal
sebagai hari Valentine Tionghoa, masa ketika wanita-wanita yang belum
menikah berkumpul bersama dan melemparkan jeruk kedalam laut. Dan secara
umum saat ini pengucapan selamat pada perayaan imlek dengan menyebutkan
Gongxi Facai (Bahasa Mandarin) atau Kung Hei Fat Choi (Bahasa
Kantonis).
Cap Go Meh melambangkan hari kelimabelas dan hari terakhir dari masa perayaan Imlek bagi komunitas kaum migran Tionghoa yang tinggal diluar Negeri leluhurnya, dan sat itu merupakan bulan penuh (purnama) pertama di Tahun Baru tersebut.
No comments:
Post a Comment